Istri adalah “wanita terpilih” bagi suami. Ia terpilih untuk menjadi
tempat bersandarnya hati yang dipenuhi gelora rindu dan hasrat yang
menuntut untuk direngkuh.Ia terpilih sebagai tempat berlabuh cinta dan
kasih sayang suami. Ia terpilih untuk dipimpin dan mentaatinya dalam
kebaikan. Istri juga terpilih sebagai wanita yang akan bertanggung jawab
mengurus anak-anak, harta dan rumah suaminya; menjadi madrasah utama
bagi generasi penerusnya; menjadi manajer keuangan dan penjaga kondisi
rumah yang kondusif bagi suami.
Menjadi “wanita terpilih” adalah
kedudukan yang dapat mengantarkan seorang istri mendapatkan kemuliaan,
baik di mata manusia bahkan di mata Alloh ‘Azza wajalla. Seorang istri
harus bisa menjadikan pernikahan menjadi ladang ibadah bagi dirinya dan
suaminya yang akan membuahkan pahala dan tentu saja kebarokahan. Karena
pernikahan adalah ladang yang tak terperi luasnya. Segala hal dapat
berbuah pahala jika kita ikhlas meniatkannya sebagai ibadah. Bahkan
“jima’” pun bernilai ibadah di mata Alloh jika kita niatkan sedekah
kepada pasangan. Apalagi jika seorang istri mampu membangun atmosfer
dalam setiap sendi kehidupan rumah tangga hanya berorientasi dalam
rangka beribadah pada Alloh ‘azza wajalla.
Alangkah sia-sianya
jika seorang istri hanya berpikiran bahwa ia satu-satunya orang yang
terpilih untuk dibahagiakan oleh suaminya sehingga ia berhak menuntut
dan berbuat sekehendak hatinya. Tak jarang alih-alih membuat istrinya
bahagia, seorang suami rela melakukan apa saja bahkan jika terpaksa
mengabaikan orangtua, saudara atau kerabatnya. Waiyyau’dzubillah..
Namun
sebagai wanita beriman tentunya kita tidak akan melakukan hal seperti
itu. Sebisa mungkin kita mendukung suami untuk tetap melakukan
amalan-amalan terbaik. Jika suami melakukan amal sholeh karena anjuran
dan dukungan sang istri,maka istri pun akan mendapatkan pahala tanpa
terkurang sedikit pun.
Jika sebelum menikahi kita suami telah
terbiasa bersedekah kepada orangtua atau saudara-saudaranya, kita tidak
boleh meminta suami untuk tidak bersedekah lagi karena alasan hal itu
akan mengurangi nafkahnya pada kita. Bukankan Alloh memiliki balasan
yang terbaik bagi orang-orang yang mau bersedekah? Miskinkah kita
setelah bersedekah?
Itu hanya salah satu contoh, apalagi jika kita
dianugerahi seorang suami yang sholeh; yang selalu menjaga hak-hak
Alloh dan berbuat adil bagi orang lain. Maka tidak ada alasan untuk
menghalanginya mengerjakan amal sholeh. Jika setelah beristri seorang
suami ibadahnya menjadi kendor, maka istri perlu bertanya pada dirinya
sendiri ”Apakah aku telah mampu menjaga (agama) suamiku?”
Jika
seorang wanita menemui bahwa agamanya lebih baik daripada suami, maka
kewajibannya lah untuk senantiasa mengingatkan dan menasihati dalam
kesabaran. Karena takdir Alloh juga kadang menentukan agama seorang
istri lebih baik daripada suami. Bukan tidak mungkin, suami akan
mendapatkan hidayah karena keshalihahan sang istri.
Wahai para
istri... tidakkah kita ingin menjadi sesuatu yang dicari bagi manusia?
Lihatlah betapa berharganya kita ketika Rosulullah bersabda ” Hendaknya
yang kalian cari adalah hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu
berdzikir, dan istri yang membantu kalian untuk meraih akhirat” (Riwayat
At-Thirmidzi).
Semoga kita termasuk perhiasan paling berharga di
dunia ini.....menjadi permata sholihah. Yang akan menghantarkan kita
pada perjumpaan abadi di jannah-Nya dengan orang yang telah memilih kita
menjadi ”wanita terpilih”. Ya....perjumpaan kekal dengan suami kita.
Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar